Sunday, September 2, 2007

yohurt

Monday, February 26, 2007

hellohurt

if
i stare at the computer screen for a very, very long time
say, all night
would your name suddenly pop up in the morning
and suppose it does
would a simple "hello"
hurt?

posted by holiday_sendiri @ 2/26/2007 05:43:00 AM 4 comments

baiklah, aku akan mulai dengan ini saja dulu hols. mungkin karena aku ingin mengejutkan dewan juri dengan sesuatu yang baru dalam sastra indonesia sejak tahun 2000, bahasa inggris! tentu kamu bukan satu-satunya, richard oh sudah menulis tiga novel, laksmi pamuntjak dua kumpulan puisi dan satu kumpulan cerpen, tapi menurutku di satu posting blogmu yang hanya 7 baris ini ada beberapa hal yang segar, aku malas memakai kata baru, yang tak ada di buku-buku tebal mereka.

ini saja dulu hols, 'would a simple "hello" / hurt?' waktu membaca baris ini aku tidak tertohok oleh enjambment-nya yang pas dan nendang, tapi oleh kecermatanmu, atau aku agak ragu memakai kata kecermatan, karena rasanya kalimatmu sangat natural, bukan hasil proses sebuah laboratorium, mungkin keluwesan?, ya, mungkin keluwesanmu menggunakan bahasa inggris itu. kau menanyakan sekaligus kepada siapapun 'your name' itu, 'would it hurt to just say a simple "hello"?' dan kepada dirimu sendiri 'if he did say it, would it hurt me?' permainan kata-kata, double entendre, ironi, yang kau jejalkan dalam satu idiom inggris, 'would it hurt x to do y?' ini tidak pernah aku jumpai di kalimat-kalimat serius yang sok filosofis di novel-novel richard oh, maupun di sajak-sajak laksmi pamuntjak yang kadang-kadang bisa indah tapi kesakralannya bisa sangat membosankan itu.

aku juga sangat menikmati imaji yang tersaji (hahaha rima murahan) di posting pendek ini (ya posting, aku tidak akan menyebutnya dengan nama lain, seperti puisi, karena itu seakan-akan mengakui posting yang bagus akan naik kelas menjadi puisi dan tidak lagi bisa disebut hanya sebuah posting), seseorang yang memelototi layar komputer begitu lama ('say, all night', hehe, hiperbolamu benar-benar menyentak tidak sekedar melebih-lebihkan, dan lucu), dan menunggu nama seseorang 'pop up' in the morning sehingga bisa diasumsikan kau, eh, seseorang ini membiarkan yahoo! messengernya on semalaman, (visible atau invisible? kalau dia ingin seseorang yang lain itu menyapanya apakah dia akan besar hati membuat le premier pas dengan membiarkan dirinya visible atau malah ingin mengetes seberapa besar orang lain itu ingin menyapanya dengan membiarkan dirinya invisible? apakah dia akan memakai fasilitas 'invisible to x only', invisible hanya untuk orang lain yang diharap-harapkannya itu, atau tidak?), sesuatu yang kritikus sastra akan bilang satu lagi contoh obsesi/ketidakmampuan sastra indonesia keluar dari obsesi tentang hal-hal urban, tapi aku tidak peduli, buatku, yang setiap minggu membaca semua lembaran-lembaran sastra koran, sastra indonesia justru terlalu penuh dengan gunung, laut, sawah, padang ilalang, dan scene klise pastoral lain. (dan btw, kau pakai status apa, would you actually say 'would a simple "hello" hurt?'—dan haha, sayang untuk status ym kau tak bisa memakai enjambment-mu yang nendang itu ya.)

belum lagi judulmu yang juga ber-double entendre-ria itu! hello, hurt! hello! fuck that hurts! genius.

dan tahu tidak hols, setting yahoo! messenger-an ini mengingatkanku akan ribet30. pernah baca? dia membuat musik yang liriknya diambil dari penggalan-penggalan dialog interview atau hasil nguping yang dia rekam dengan teman-temannya, dan orang asing yang tak dia kenal, di jakarta, kebanyakan. kalau tidak salah dia seorang anthropologis. aku hanya kenal dia dari bloghopping. musiknya jadinya macam kombinasi antara band night ips dan band-band ipecac-lah. tapi di blognya dia juga mengumpulkan inventori status yahoo! messenger orang-orang, seperti ini:

- the drone from sector 7G (14/03/07)
- I am attached but I am not connected (26/05/07)
- hybernate (11/03/07)
- still waiting for my 15 minutes of fame (13/03/07)
- i hope my legs don't break (13/03/07)

hahaha, lucu ya! apa ini, found art? outsider art? or just that, art? haikuis-haikuis amatir yang membagi-bagikan karya mereka dengan gratis dan tak keberatan sama sekali kemudian menghancurkannya sendiri setelah mereka bosan? temporary art? tapi bagaimana bisa dibilang temporary kalau mereka sering dianggap hanya maya, tidak pernah benar-benar ada?

tenang, aku tidak sedang akan meluncurkan sebuah tractatus tentang ke(tidak)nyataan. mari kembali saja ke pertanyaan-pertanyaan dewan juri itu sebentar: 'Adakah kebaruan dalam sastra Indonesia setelah tahun 2000?' sekilas ada beberapa hal yang terlihat baru, bahasa inggrismu, setting yahoo! messenger tadi, bahwa itu tidak dimuat di lembaran sastra koran minggu tapi diupload (aku tahu kata resminya sekarang diunggah, tapi aku menolak memakai kata yang aku tak tahu etimologinya bagaimana) di blog, walaupun kalau kau bertanya apa yang aku rasakan waktu membacanya, ya masih sama dengan apa kata chairil waktu itu jadi salah satu obsesi setiap penyair, kesepian.

'Ataukah yang terlihat dalah [sic] keberlanjutan dari tradisi penulisan sastra sebelumnya?' sebenarnya aku tidak melihat dua pertanyaan pertama ini bertentangan satu sama lain. sesuatu yang baru baru dibilang baru karena dia berbeda dengan yang lama, dengan kata lain, entah apakah karena dia sengaja mempertimbangkan apa saja yang lama kemudian membuat yang bukan seperti itu, atau tidak pernah memperhatikan yang lama dan tak sengaja membuat sesuatu yang baru, yang baru selalu merupakan kelanjutan dari yang lama, yang sebelumnya. tapi sudahlah berteori. pertanyaan yang lebih menarik: 'tradisi penulisan sastra sebelumnya' yang mana yang kau lanjutkan, atau paling tidak, mempengaruhimu? aku sendiri langsung teringat lorrie moore dan tom swifties dan pun-nya begitu membaca 'hellohurt', dan aku tahu buku-bukunya pernah ada di qb, jadi mungkin kau sempat membacanya. (gosip: richard oh bilang lorrie moore salah satu gurunya di wisconsin-madison, tanyaku: kok nggak ada pengaruhnya sama sekali di novel-novelmu? hehehe.) atau mungkin juga, menyambung teoriku tadi, kau dipengaruhi keinginan untuk menulis tentang kehidupanmu yang kebetulan urban tapi tidak dengan cara seperti sga.

'Bagaimana sastra Indonesia berdialog dengan sastra dunia? Apakah konteks kekinian semisal globalisasi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, mempengaruhi proses penciptaan sastra Indonesia mutakhir?' memang menyebalkan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan, tapi aku punya satu pertanyaan simpel: kenapa menulis dengan bahasa inggris? dan jawabanku, tentu aku tidak setuju dengan kritikus-kritikus gaek seperti martin aleida, misalnya, yang menganggap itu hanya gaya-gayaan dan sering tidak menggunakan bahasa inggris itu dengan tidak benar, apapun itu yang dia anggap dengan 'tidak benar.' seperti sudah kubahas, penggunaan bahasa inggrismu bukan hanya benar dan idiomatik, kau justru sudah mempermainkan bahasa inggris itu seperti bahasa ibumu sendiri, memelesetkan kalimat, menyuntikkan makna baru ke dalamnya dengan enjambment yang mengejutkan dan mise-en-scène yang bukan hanya lucu atau agak berbeda, tapi juga sangat kuat. apakah ini berarti sastra indonesia berdialog dengan sastra dunia dengan menconteknya? aku kira tidak sesimplistis itu. ada dua anak sma di kelas ccf-ku dan setiap kali ada anekdot yang perlu mereka bandingkan dengan pengalaman mereka, pembandingnya hampir selalu mereka ambil dari dunia virtual mereka (yang kelihatannya buat mereka tidak virtual sama sekali): 'hihihi, itu kaya di the sims ya'; 'oh, jadi kaya di myspace kita bisa bikin profil kita jadi restricted?' maksudku, kau hanya bisa berdialog dengan dunia yang mau mengajakmu berdialog. kau mungkin besar membaca lorrie moore daripada sga karena kau belanja buku di qb bukan di gramedia, kemudian memesan bukunya yang sedang 'habis, mbak' di amazon dan di situ di kolom 'customers who bought this item also bought' kau menemukan amy hempel dan miranda july, dan kemudian kau sekalian memasukkan mereka juga di shopping cart-mu, kemudian malam-malam waktu kau tiba-tiba ingin chatting dengan seseorang yang kau tunggu-tunggu tapi tak juga visible (apa kamu sudah mencoba menyapanya, karena mungkin dia yang invisible? or would a simple hello hurt for you too?) dan kau ingin menulis sesuatu untuk mengumumkan kesepianmu, apakah pantas orang mengharap kau akan mengobrak-abrik perpustakaan kakakmu dulu, siapa tahu dia masih menyimpan kumcer sga yang ada cerita 'manusia kamar'-nya yang waktu itu pernah ia ceritakan sekilas kepadamu, dan mencontek caranya mengungkapkan kesepian dan, seperti yang terekspresikan dengan begitu ringkasnya di salah satu status ym di inventori tadi, ke-am not connected-an-mu? tentu tidak. tidak mungkin. simpelnya, bagi beberapa orang, muda, kaya, dan tidak tinggal di daerah terpencil tentu, mengungkapkan diri dalam bahasa inggris mungkin adalah satu-satunya jalan untuk mengungkapkan diri secara tertulis. tentu mereka setiap hari tetap sering ngomong dalam bahasa indonesia, atau jakarta, bagaimanapun sengitnya mereka menolak mengaku begitu, tapi menulis berbeda dengan ngomong bukan? itu adalah aktivitas yang paling personal, dan tentu kau hanya akan bisa melakukannya dalam bahasa tertulis yang paling akrab denganmu, dan dalam kasus anak muda, kaya, dan kosmopolitan tadi, tentu itu adalah bahasa inggris. konteks kekinian? kemajuan teknologi informasi dan komunikasi? tentu mereka mempengaruhi proses penciptaanmu. seperti di cerita tentang kau dan amazon tadi, paling tidak jadi lebih banyak cara membelanjakan credit card bapakmu ;). tapi kalau mau serius sedikit, kurasa kemajuan teknologi informasi ini lebih mempengaruhi cara kita membaca daripada cara kita menulis, tapi aku akan bicara tentang ini nanti saja, di posting selanjutnya.

'Bagaimana eskplorasi bentuk, genre, gaya, tema, gagasan dan kecenderungan dalam karya sastra Indonesia mutakhir?' seperti tentang pertanyaan terakhir tadi, ini akan kujawab saja di posting yang lain yang agak lebih teknis. secara singkat, mungkin aku bisa mengatakan sastra indonesia belum begitu memanfaatkan fasilitas teknologi baru, widgets, flash, hyperlinks, etc, seperti kusinggung di kata pengantarku, untuk mencoba-coba bentuk yang baru. tapi aku juga ragu, apakah bentuk baru itu terlalu penting, atau bahkan, apakah teknologi-teknologi baru itu benar-benar menawarkan sesuatu yang baru atau hanya memudahkan kita melakukan hal-hal yang lama?

2 comments:

Si Pemimpi said...

soal bahasa inggris (yang kata sebagian orang menunjukkan kegayaan), saya pikir memang tidak terhindarkan untuk orang-orang yang hidup dalam ruang seperti yang sampean sebutkan itu, mas. ruangnya orang-orang yang muda, kaya, akses ke bahasa inggris gampang, dsb.

ya. bisa saja.

saya merasa sampean ini model pembaca yang suka sama kejujuran (wihhh, istilahe rek, koyok kritikus amatir!!!) dalam sastra. untuk orang-orang model hols, yang dunianya sudah nginternasional dan nginternet, mengungkapkan puisi bahasa inggris memang asyik. bahkan, akan hilang ekspresinya si hols ini kalau dia memuisi dalam bahasanya sapardi, jokpin, atau yang lainnya.

ya, i'm on your side. meskipun mungkin bisa sampean lihat, saya ini bukan model sastrawan yang ngurban. saya ini orang yang osed (bahasa ngalamnya hicky). tapi saya setuju kalau orang urban ya ngomongnya kudu urban. you have my vote, in case you need it. (ini barusan pake ingris sedikit-sedikit biar agak gaul, ngimbangi sampean.

tapi, mas, buat saya dan sejumlah orang sejenis saya, menulis dengan bahasa yang kepastoral-pastoralan mungkin sebuah keharusan. karena meamng begitu hidup kami.

yang hipokrit itu penulis-penulis yang tiap hari mbukak imel dan bermilis tapi kalau nulis puisi berlagak orang desa... ah, bisa-bisa saya malah menganggap mereka seorang penjajah yang tiba-tiba mecungul di indonesia dan terheran-heran dengan keindahan bumi indonesia nan india molek ini (dalam bayangan mereka) hehehe...

oke?

neuroticfreeloader said...

diunggah mungkin dari bahasa jawa.. unggah atau munggah itu artinya naik.. maka upload terjemahan kasarnya dinaikkan..

kalau sudah begini, masih tidak mau memakai kata resmi ini?